TUGAS KIMIA MEDISINAL
DEXTROMETHORPHAN
A. DEKSTROMETORFAN
Dekstrometorfan (DMP) adalah zat aktif
dalam bentuk serbuk berwarna putih, yang berkhasiat sebagai antitusif atau penekan batuk.
Zat aktif ini selain banyak digunakan pada obat batuk tunggal juga digunakan
pada obat flu kombinasi dengan zat aktif lain seperti fenilefrin, paracetamol,
dan klorfeniramin maleat. Obat yang mengandung dekstrometorfan tersedia di
pasar dalam berbagai bentuk sediaan
seperti sirup, tablet, spray, dan lozenges.
Ada beberapa alasan mengapa dekstrometorfan banyak disalahgunakan, diantaranya
adalah :
1) Desktrometorfan
mudah didapat.
Dekstrometorfan
merupakan yang dapat diperoleh secara bebas baik di apotek maupun di
warung-warung. Dekstrometorfan yang disalahgunakan umumnya dalam bentuk sediaan
tablet, karena dalam bentuk tablet dapat diperoleh dosis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bentuk sediaan lain seperti sirup.
2) Harga dekstrometorfan relatif murah.
Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 092/Menkes/ SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat
Generik Tahun 2012, harga eceran tertinggi Desktrometorfan HBr tablet 15 mg
dengan kemasan kotak isi 10 x 10 tablet adalah Rp. 14.850,- . Dekstrometorfan
HBr tablet 15 mg dengan kemasan botol isi 1000 tablet, harga eceran
tertingginya adalah Rp. 53.406,-. Jadi rata-rata harga eceran tertinggi untuk 1
tablet Dekstrometorfan HBr adalah Rp. 50,- hingga Rp. 150,-. Persepsi
masyarakat bahwa obat bebas itu aman, karena dekstrometorfan dapat dibeli
secara bebas sebagai obat batuk, sehingga banyak orang beranggapan bahwa
penyalahgunaan dekstrometorfan relatif lebih aman dibandingkan dengan obat
golongan narkotika atau psikotropika yang regulasinya lebih ketat.
Anggapan masyarakat bahwa Dekstrometorfan aman karena saat ini di Indonesia statusnya sebagai Obat Bebas, perlu dipikirkan kembali, karena legal status Dekstrometorfan sebenarnya tidak selalu demikian. Bila kita lihat sejarahnya, status penggolongan Dekstrometorfan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kefarmasian No. 2669/Dir.Jend/SK/68 tahun 1968, Dekstrometorfan HBr digolongkan sebagai obat keras.
Kemudian pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 9548/A/SK/71 tahun 1971 disebutkan bahwa sediaan-sediaan yang mengandung dekstrometorfan HBr tidak lebih dari 16 mg tiap takaran digolongkan sebagai Obat Bebas Terbatas. Lalu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2500/Menkes/ SK/XII/2011 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2011 menyebutkan bahwa dekstrometorfan tablet 15mg dan sirup 10 mg/5 ml merupakan obat yang termasuk dalam DOEN 2011. Dapat disimpulkan bahwa walaupun Dekstrometorfan banyak dijual di berbagai tempat, namun dosis penggunaannya memang telah dibatasi dan tidak tepat jika digunakan melebihi dosis yang dianjurkan, dan mengingat statusnya pernah sebagai Obat Keras, maka tetap perlu kehati-hatian dan tidak serta merta menganggapnya aman. Di negara lain legal status Dekstrometorfan juga bervariasi, ada yang menggolongkannya sebagai produk Over the Counter (OTC) atau Obat Bebas, seperti Kanada, ada juga yang memasukkan sebagai obat yang hanya diperoleh dengan resep (Presciption Only Medicines) atau Obat Keras, ada juga yang menggolongkan sebagai obat yang Pharmacy Medicines (hanya dapat dibeli di apotik dengan penjelasan/informasi dari apoteker) atau Obat Bebas Terbatas. Di Singapura misalnya, Dekstrometorfan hanya bisa didapatkan dengan resep dokter.
Anggapan masyarakat bahwa Dekstrometorfan aman karena saat ini di Indonesia statusnya sebagai Obat Bebas, perlu dipikirkan kembali, karena legal status Dekstrometorfan sebenarnya tidak selalu demikian. Bila kita lihat sejarahnya, status penggolongan Dekstrometorfan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kefarmasian No. 2669/Dir.Jend/SK/68 tahun 1968, Dekstrometorfan HBr digolongkan sebagai obat keras.
Kemudian pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 9548/A/SK/71 tahun 1971 disebutkan bahwa sediaan-sediaan yang mengandung dekstrometorfan HBr tidak lebih dari 16 mg tiap takaran digolongkan sebagai Obat Bebas Terbatas. Lalu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2500/Menkes/ SK/XII/2011 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2011 menyebutkan bahwa dekstrometorfan tablet 15mg dan sirup 10 mg/5 ml merupakan obat yang termasuk dalam DOEN 2011. Dapat disimpulkan bahwa walaupun Dekstrometorfan banyak dijual di berbagai tempat, namun dosis penggunaannya memang telah dibatasi dan tidak tepat jika digunakan melebihi dosis yang dianjurkan, dan mengingat statusnya pernah sebagai Obat Keras, maka tetap perlu kehati-hatian dan tidak serta merta menganggapnya aman. Di negara lain legal status Dekstrometorfan juga bervariasi, ada yang menggolongkannya sebagai produk Over the Counter (OTC) atau Obat Bebas, seperti Kanada, ada juga yang memasukkan sebagai obat yang hanya diperoleh dengan resep (Presciption Only Medicines) atau Obat Keras, ada juga yang menggolongkan sebagai obat yang Pharmacy Medicines (hanya dapat dibeli di apotik dengan penjelasan/informasi dari apoteker) atau Obat Bebas Terbatas. Di Singapura misalnya, Dekstrometorfan hanya bisa didapatkan dengan resep dokter.
B. TOKSIKOLOGI DMP
DMP
menimbulkan beberapa tingkat toksisitas, hal ini tergantung dari dosis ataupun komponenen dari obat tersebut. Sebagian
besar obat, termasuk dekstrometorfan, masuk melalui saluran
cerna. Hepar terletak di antara permukaan absortif dari saluran cerna dan organ
target obat dimana hepar berperan sentral dalam metabolisme obat.
Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu
ada pada setiap obat yang diberikan, karena hepar merupakan pusat disposisi
metabolik dari semua obat dan bahan-bahan asing yang masuk tubuh, termasuk
dekstrometorfan. Penggunaan dekstrometorfan pada dosis tinggi menyebabkan
tertimbunnya dekstrorfan dalam hepar sehingga berpotensi menimbulkan cedera sel hepar. Cedera sel hepar ini
berupa degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nekrosis.
C. MEKANISME TOKSISITAS
Afinitas
ikatan dari channel ion reseptor NMDPA terhadap dekstrometorfan adalah 3500 nm
dibandingkan dengan dekstorfan 222 nm dan penicyclidin 42 nm. Pembukaan channel
reseptor NMDPA tergantung dari Mg dan permeabilitas Ca. Teraktivasinya reseptor
NMDPA maka akan mengaktivasi Ca calmodulin yang akan mengaktivasi sintesis
Nitrit Oxyde. Bentuk metabolit aktif
dari DMP adalah dekstorfan
dimana akan mengeksitasi transmisi neural dan rangsangan disosiasi.
D. EFEK SAMPING PADA MANUSIA
Dilaporkan efek
samping dekstrometorfan kurang dari 1% mengalami beberapa efek berupa mengantuk,
pusing, koma, depresi susunan pusat, mual, gangguan pencernaan, konstipasi,
rasa tidak nyaman di perut, takikardi, rasa panas, tidak bisa berkonsentrasi,
mulu dan tenggorokan kering.
E. MEKANISME PENYALAHGUNAAN
DEKSTROMETORFAN
Dekstrometorfan adalah dekstroisomer dari kodein analog metorfan.
Dekstrometorfan tidak
bekerja pada reseptor opioid tipe mu dan delta seperti jenis levoisomer, tetapi
bekerja pada reseptor tipe sigma. Dekstrometorfan memiliki
efek halusinogen. Zat yang memiliki peran dalam mengakibatkan efek halusinogen
ini adalah metabolit aktif dari dekstrometorfan yaitu dekstrorfan
(3-hydroxy-17-methylmorphinan). Dekstrorfan
dapat terikat dengan afinitas lemah dengan reseptor opioid tipe sigma dan terikat dengan afinitas kuat dengan reseptor
NMDA (N-methyl- D-aspartate). Dextrometorfan bekerja sebagai
antagonis reseptor N-methyl-D-aspartate
(NMDA) yang akan memproduksi efek yang sama dengan efek dari ketamin maupun
fenisiklidin (PCP). Hal inilah yang
menyebabkan orang menggunakan dekstrometorfan untuk mendapatkan efek yang mirip dengan penggunaan ketamin. Ketamin
sendiri adalah obat yang digunakan sebagai anestetik
umum.
Akumulasi dekstrometorfan dapat mengakibatkan
efek psikotropik. Efek yang muncul dibagi dalam 4 tingkatan:
1) Dosis 100 – 200mg, timbul efek stimulasi ringan
2) Dosis 200 – 400mg, timbul efek euforia dan halusinasi
3) Dosis 300 – 600mg, timbul efek perubahan pada penglihatan dankehilangan koordinasi motorik
4) Dosis 500 – 1500mg, timbul efek sedasi disosiatif
F. EFEK PENYALAHGUNAAN DEKSTROMETORFAN
Dosis lazim dekstrometorfan
hidrobromida untuk dewasa dan anak diatas 12 tahun adalah 10mg - 20mg tiap 4
jam atau 30mg tiap 6 - 8 jam, dan tidak lebih dari 120mg dalam satu hari. Pada
penggunaan dengan dosis lazim efek samping yang pernah muncul seperti mengantuk,
pusing, nausea, gangguan pencernaan, kesulitan dalam berkonsentrasi dan rasa
kering pada mulut dan tenggorok. Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang
digunakan biasanya jauh lebih besar daripada dosis lazim.
Pada dosis 5-10 kali lebih
besar dari dosis yang lazim, efek samping yang timbul menyerupai efek samping
yang diamati pada penggunaan ketamin atau PCP, dan efek ini meliputi:
kebingungan, keadaan seperti mimpi, rasa kehilangan identitas pribadi, gangguan
bicara dan pergerakan, disorientasi, keadaan pingsan, mengantuk diperlambat. Sebaliknya minuman yang
mengandung gas mempercepat pengosongan lambung, karena sebagian komposisi
minuman bersoda yang terdiri atas asam sitrat, natrium sitrat, perisa lemon
lime dan pengawet natrium benzoat yang dapat mempercepat peningkatan asam di
lambung.
Pemberian bersama
dekstrometorfan dengan obat dari golongan inhibitor Monoamin Oksidase (MAOI)
seperti moklobemid dan isoniazid, dapat menyebabkan sindrom serotonin, yaitu keadaan
dimana terjadi perubahan status mental, hiperaktifitas saraf otonom dan
abnormalitas saraf otot (neuromuscular). Meskipun demikian, keadaan ini
tidak selalu muncul pada orang yang mengkonsumsi kedua obat tersebut.
Jika obat batuk dan obat
flu yang mengandung dekstrometorfan dikonsumsi dengan jumlah 5- 10 kali dosis
lazimnya maka dapat terjadi peningkatan toksisitas bahan tambahan dan atau
bahan aktif kombinasi lainnya. Kombinasi dekstrometorfan dengan guaifenesin
dosis tinggi dapat menyebabkan mual yang hebat dan muntah. Sedangkan kombinasi
dengan klorfeniramin dapat menyebabkan rasa terbakar pada kulit, midriasis,
takikardia, delirium, gangguan pernafasan, syncope dan kejang.
Penyalahgunaan dalam bentuk sirup, memiliki kecenderungan yang lebih tinggi
untuk menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan karena larutan tersebut
mengandung etanol sebagai pelarutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Changat, A., E. Wiradarma, E.T. Kencana, R. Angraini, P.
Riati, S. Arifah dan D. Kurniawan. 2015. Intoksikasi Minuman Keras Oplosan
Dicampur Dengan Dekstrometorfan. Referat. Semarang: Kepaniteraan
Klinik Ilmu Forensik Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang.
Bagaimana mekanisme intoksikasi dektrometorphan?
Apakah dektrometorfan bisa disalahgunakan menjadi obat2an yang mempunyai efek sedatif, jika bisa bagaimana itu bisa terjadi?
Bagaimana dosis dektrometorfan bagi anak2?
Bagaimana mekanisme intoksikasi dektrometorphan?
Apakah dektrometorfan bisa disalahgunakan menjadi obat2an yang mempunyai efek sedatif, jika bisa bagaimana itu bisa terjadi?
Bagaimana dosis dektrometorfan bagi anak2?
kak anisa
BalasHapusbagaimana penanganan pertolongan pertama jika sudah terjadi overdosis pada obat DEXTROMETHORPHAN ?
Kalau sudah overdosis bisa segera di tangani oleh dokter untuk diagnosa lebi lanjut
HapusSaya akan membantu jawaban No 3 ka Nis
BalasHapusJawaban No 3Dosis tablet untuk Anak 1 mg/kg bb/hari dalam 3-4 dosis terbagi
saya ingin menambahkan
HapusDosis untuk anak-anak berusia kurang dari 4 tahun belum dipastikan.
1-3 bulan: 0,5-1 mg setiap 6-8 jam. 4-6 bulan: 1-2 mg setiap 6-8 jam.
7 bulan-1 tahun: 2-4 mg setiap 6-8 jam.
2-6 tahun: Cairan, permen, tablet, sirup: 2,5-7,5 mg oral setiap 4-8 jam. 5 mg/5 ml cairan oral: 5 ml oral setiap 4 jam. Tidak lebih dari 4 dosis dalam 24 jam. Lanjut-lepas: 15 mg/oral setiap 12 jam. Dosis Maksimal: 30 mg/hari.
7-12 tahun: Kepingan yang dapat hancur: larutkan 2 keping di atas lidah setiap 6-8 jam. Cairan, permen, tablet, sirup: 5-10 mg oral setiap 4 jam atau 15 mg setiap 6-8 jam. 5 mg/5 ml cairan oral: 10 ml oral setiap 4 jam. TIdak lebih dari 4 dosis dalam 24 jam. Lanjut-lepas: 30 mg/oral setiap 12 jam. Dosis Maksimal: 60 mg/hari.
12 tahun ke atas: Cairan, permen, tablet, sirup: 10-30 mg oral setiap 4-8 jam. Lanjut-lepas: 60 mg/oral setiap 12 jam. Kepingan yang dapat hancur: 15-30 mg oral setiap 6-8 jam. Dosis Maksimal: 120 mg/hari.
Sa, abang jawab no 1
BalasHapusDekstrometorfan adalah dekstroisomer dari kodein analog metorfan. Dekstrometorfan tidak bekerja pada reseptor opioid tipe mu dan delta seperti jenis levoisomer, tetapi bekerja pada reseptor tipe sigma. Dekstrometorfan memiliki efek halusinogen. Zat yang memiliki peran dalam mengakibatkan efek halusinogen ini adalah metabolit aktif dari dekstrometorfan yaitu dekstrorfan (3-hydroxy-17-methylmorphinan). Dekstrorfan dapat terikat dengan afinitas lemah dengan reseptor opioid tipe sigma dan terikat dengan afinitas kuat dengan reseptor NMDA (N-methyl- D-aspartate). Dextrometorfan bekerja sebagai antagonis reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang akan memproduksi efek yang sama dengan efek dari ketamin maupun fenisiklidin (PCP). Hal inilah yang menyebabkan orang menggunakan dekstrometorfan untuk mendapatkan efek yang mirip dengan penggunaan ketamin. Ketamin sendiri adalah obat yang digunakan sebagai anestetik umum.
No 3 ca,
BalasHapusDMP tersedia dalam bentuk tablet dan sirup. Efek antitusif 15 – 30 mg DMP setara dengan 8 – 15 mg kodein. Efek DMP timbul 15 – 30 menit setelah dikonsumsi dan bertahan selama 3 – 6 jam.
Dosis anak 4 – 6 tahun: 2,5– 5 mg sebanyak 3 – 6 kali per hari, maksimal 30 mg/hari.
Dosis anak 6 – 12 tahun: 5 – 10 mg sebanyak 6 kali per hari atau 15 mg sebanyak 3 – 4 kali per hari.